Sabtu, 04 Januari 2014

Produk Bank Syariah



1.      Produk Penghimpunan Dana  (funding)
a.       Prinsip Wadiah
Wadiah merupakan titipan atau simpanan pada bank syariah. Prinsip wadiah merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik peroangan maupun badan hokum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja bila si penitip menghendaki.[1][4] Karena dalam prinsip wadiah pemilik dana dapat mengambil dananya sewaktu-waktu, sehingga bank tidak berhak untuk menggunakan dana tersebut untuk investasi.
Dalam kegiatan ini, bank tidak wajib memberikan imbal jasa kepada nasabah karena dana wadiah tidak dapat diinvestasikan oleh bank sehingga bank tidak mendapatkan manfaat dari dana wadiah. Prinsip wadiah ini cocok digunakan bagi nasabah atau individu yang memiliki dana tidak banyak atau dananya sering diambil untuk modal usaha.[2][5] Contoh dari prinsip wadiah adalah tabungan dan giro.
b.      Prinsip Mudharabah
Secara bahasa mudharabah berarti bagi hasil. Menurut istilah secara umum mudharabah adalah kerja sama antara pemilik dana atau penanam modal dan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.[3][6] Nisbah bagi hasil antara bank dengan nasabah biasanya 40:60 atau 30:70 sesuai dengan kesepakan yang disetujui bersama.
2.      Produk Pembiayaan (financing)
a.      Pembiayaan modal kerja
Kebutuhan modal kerja usaha yang beragam, seperti untuk membayar tenaga kerja; rekening listrik dan air;dan sebagainya, dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola bagi hasil dengan akad mudharabah atau musyarakah. Kedua belah pihak mendapatkan manfaat dari pembagian hasil yang adil.[4][7] Contohnya seperti usaha rumah makan, usaha bengkel,  usaha kelontong, dan pertanian.
Dalam hal ini, bank syariah menyuplai mereka dengan kebutuhan yang mereka inginkan sesuai perjanjian pembiayaan yang disepakati sejak awal. Sedangkan nasabah wajib mengembalikan modal usaha dengan nisbah yang disepakati.
b.      Pembiayaan investasi
Kebutuhan investasi secara umum dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola bagi hasil dengan akad mudhorobah atau musyarakah. Kebutuhan investasi sebagiannya juga dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola jual beli dengan akad murobahah.[5][8] Contohnya pembuatan pabrik percetakan baru yang membutuhkan banyak mesin cetak.
c.       Pembiayaan konsumtif
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut.kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer dan sekunder. Sumber pembayaran kembali atas pembiayaan tersebut berasal dari sumber pendapatan lain dan bukan dari eksploitasi barang yang dibiayai dari fasilitas ini.[6][9]
Pembiayaan konsumtif tersebut biasanya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sekuder. Adapun kebutuhan primer tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan komersil, karena orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan primer disebut fakir dan miskin.[7][10] Contohnya pembiayaan pembelian rumah dengan syarat memiliki ijin dari suami atau istri dan menunjukan slip gaji selama enam bulan terakhir sebagai bukti nasabah mampu membayar cicilan pembiayaan.
3.      Produk Jasa
a.       Wakalah
Wakalah (deputyship), atau biasa disebut perwakilan, adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak (muwakil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Atas jasanya, maka penerima kekuasaan dapat meminta imbalan tertentu dari pemberi amanah.[8][11]
Contoh penggunaan wakalah dalam jasa perbankan, adalah transfer dan inkaso yaitu jasa yang diberikan bank untuk mewakili nasabah dalam pemindahan dana dari rekening nasabah (transfer) atau melakukan penagihan untuk rekening nasabah.[9][12] Contoh jasa yang lainnya sebagai berikut: L/C (Leter of credit), kliring, dan pembayaran gaji.
b.      Kafalah
Kafalah (guaranty) adalah jaminan, beban atau tanggungan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful).[10][13] Contoh penggunaan jasa perbankan antara lain bank garansi.
Mekanisme dari produk ini adalah Bank Garansi diberikan dalam jangka waktu tertentu terhadap objek penjaminan yang jelas spesifikasi, jumlah dan nilainya. Kontrak jaminan memuat kesepakatan antara pihak bank dan pihak kedua yang dijamin dan dilengkapi dengan persaksian pihak penerima jaminan. Dalam hal pihak kedua tidak dapat memenuhi kewajibannya, bank syariah mengeksekusi garansi dengan melakukan pembayaran dalam skema akad lain (misalnya qard) yang menyertai akad kafalah.[11][14]
c.       Hawalah
Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pihak.[12][15] Contoh penggunaan hawalah dalam jasa perbankan adalah anjak piutang atau factoring.
Sebagai penerapan dalam perbankan syariah dicontohkan seorang pegusaha mendapat fasilitas kredit dari bank konvensional sebesar 1Milyar. Karena tertarik dengan penawaran yang diajukan bank syariah, pengusaha setuju untuk memindahkan fasilitas kreditnya kepada bank syariah. Maka bank syariah melakukan take over fasilitas kredir sejumlah 1Milyar. Utang pengusaha kepada bank konvensional berakhir dan menimbulkan utang piutang baru kepada bank syariah.[13][16] Dari peristiwa tersebut, maka seorang pengusaha terbebas dari riba.